Tawuran
antar pelajar
yang kian marak akhir-akhir ini di sudah bukan sekedar tawuran remaja biasa.
Ini merupakan hal yang sangat mengenaskan untuk dunia pendidikan jaman
sekarang. Sudah banyak kejadian tawuran akhir-akhir ini, sehingga mulai memakan
korban jiwa dan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya.
Tawuran
sekarang serasa menjadi kesenangan atau hobi para pelajar yang tidak memiliki
kesungguhan dalam belajar di sekolah. Mereka menjadikan tawuran untuk
menunjukkan jati diri mereka dan sebagai adu kekuatan antar pelajar. Banyak
siswa yang terlibat tawuran tidak ikut dalam kegiatan ekstrakurikuler apapun di
sekolah. Mereka tidak memiliki tujuan positif.
Perkelahian beramai-ramai tersebut bukan
dengan tangan kosong atau mengandalkan kekuatan, melainkan sudah menggunakan
barang-barang atau senjata berbahaya lainnya dan mengarah ke tindakan kriminal
karena menelan korban jiwa.
Perkelahian antar pelajar bukan persoalan “darah
muda” lagi. Sejak masa dulu tetap ada perkelahian, namun sekarang terjadi
perubahan besar agresivitas atau keinginan kuat pada remaja itu dipengaruhi
kelompok yang biasa menjadi pelaku tawuran. Mereka menjadi berani dan agresif
setelah berkelompok di tambah lagi dengan membawa barang-barang atau senjata
berbahaya.
Mereka yang terlibat tawuran sudah tidak
memikirkan apa-apa lagi selain apa yang harus dikerjakan saat perkelahian itu,
yaitu mengandalkan ego per individu untuk “menghabisi” lawannya. Bisa jadi
persoalan timbul dikarenakan kurangnya ruang publik dan kreasi untuk remaja.
Pengamat pendidikan Utomo Danan Jaya seperti
yang dilansir Kompas (26/9/2012), mengungkapkan, kembali maraknya tawuran
antar pelajar dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat yang terus
menggerus karakter para pelajar. Generasi muda disuguhkan informasi yang lebih
banyak mempertontonkan tokoh masyarakat yang berperilaku buruk, jauh dari
ekspektasi yang seharusnya menjadi teladan.
Seharusnya tokoh masyarakat memberi
contoh bagaimana cara sopan santun, menghargai sesama, jujur, dan arif. Tetapi
yang dipertunjukkan justru sebaliknya.
Membentuk karakter di sekolah, salah
satunya menjadi tugas guru. Namun, sayangnya kemampuan guru hanya sebatas
menguasai transfer ilmu pengetahuan, bukan penekanan pada metode belajar.
Untuk
mengatasi kondisi tersebut, dibutuhhan ketegasan dari aparatur baik kepolisian
maupun satpol PP yang mempunyai kewenangan untuk menggunakan mengatasi hal
tersebut. Penggunaan hukum untuk mengatasi merupakan satu pilihan untuk
memberikan syok terapi bagi para pelaku yang mengganggu ketertiban di jalanan
termasuk merusak barang milik orang lain.
Ada pula
beberapa pencegahan untuk mengurangi tawuran yang seharusnya di lakukan :
- Para pelajar wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
- Melakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
- Memberikan arti pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
- Memberikan pelajaran tentang agama yang mendalam, agar para pelajar bisa membedakan mana perbuatan baik dan buruk.
- Mengajarkan ilmu yang membahas tentang hokum,norma di lingkungan pelajar.
- Mengajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
- Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar