Nama Anggota Kelompok :
- Lestari Setyawati (24210005)
- Rayi Kinasih (25210688)
- Dewi Kencanawati (21210903)
- Ericha Dian N. (22210387)
- Syiam Noor W. (26210798)
- Nihlah Adawiyah (24210976)
- Dwikie Bayu Ramadhan (22210218)
Kajian Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan
Latar Belakang
Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki kepentingan relatif homogen, berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraannya. Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup strategis bagi anggotanya, dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan.
Selama era tahun 1980-an, koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan, RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras.
Meskipun demikian dari sisi konsumsi, ketersediaan bahan pangan bagi konsumen seringkali menjadi bahan perbincangan sebab jaminan kualitas dan kuantitas tidak selalu terpenuhi. Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan kondisi tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan. Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda perekonomian kepada mekanisme pasar ternyata dalam prakteknya belum tentu secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi yang relatif identik berlangsung di sektor pangan dan diperkirakan karena belum tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang sudah terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit pupuk bersubsidi, maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar.
Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah apabila terdapat pengamat yang menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas memposisikan koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000) terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir (tahun 2001–2003), terdapat kesenjangan antara produksi padi dan jagung dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya dan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya dan terjangkau oleh rumahtangga. Konsep ketahanan pangan lebih ditekankan pada konteks penawaran (supply side) yang tidak terpisahkan dari proses distribusi dan pemasaran hingga ke pintu konsumen.
Bertitik tolak dari kondisi empirik tersebut, terdapat pemikiran untuk meninjau kembali peran koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya di sektor perberasan. Oleh karena itu, Kementerian Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) menganggap penting dilakukannya suatu kajian strategis mengenai peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan nasional.
Dimensi Permasalahan
Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan beras memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional. Kepmen Perindag Nomor : 378/MPP/KEP/8/1998 memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/ KUD menyalurkan pupuk kepada petani. Dampak kebijakan ini adalah petani mudah memperoleh pupuk, tepat waktu, dan harga terjangkau (memenuhi Prinsip 6 Tepat). Kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004 yang membebaskan penyaluran pupuk dilakukan baik oleh swasta maupun koperasi/KUD.
Dampak perubahan kebijakan ini adalah terjadinya kelangkaan persediaan pupuk bagi petani, harga pupuk lebih tinggi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), kecenderungan monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, yang dengan sendirinya peran koperasi/KUD
dalam penyaluran pupuk menurun. Penurunan peran koperasi terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki kewenangan penuh) terlibat dalam tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah inipun sulit teridentifikasi.
Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi dari 8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003).
dalam penyaluran pupuk menurun. Penurunan peran koperasi terlihat dari hanya 40 % atau 930 unit dari 2.335 KUD (saat koperasi/KUD memiliki kewenangan penuh) terlibat dalam tataniaga pupuk. Dalam kenyataannya jumlah inipun sulit teridentifikasi.
Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi dari 8.427 koperasi sebelum krisis (tahun 1997) menjadi 7.150 koperasi setelah krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003).
Padahal koperasi selama ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantai jemur, RMU, dan lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras, dan koperasi mewadahi sejumlah besar petani padi.
Akumulasi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk dengan penurunan peran koperasi berdampak serius bagi peningkatan produksi gabah/beras petani, dan mengindikasikan bahwa kemampuan ketahanan pangan dari sisi penawaran (supply side) melemah. Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri selanjutnya akan dijadikan alasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu bahwa hal ini mengancam dan merugikan para petani.
Dalam hal pengadaan gabah/beras dan penyalurannya kepada konsumen, kini tidak ada lagi skim kredit bagi koperasi untuk pembiayaan usaha pembelian dan pemasaran pangan. Juga sesuai Inpres Nomor 9 tahun 2001 dan Inpres Nomor 9 tahun 2002 tentang kebijakan perberasan, maka koperasi tidak berfungsi lagi sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah, tidak ada lagi kebijakan harga dasar di tingkat petani, dan harga dasar pembelian gabah/beras petani hanya ditetapkan oleh Bulog. Disini terdapat dua konsekuensi penting yaitu petani harus memasuki mekanisme pasar, dan mereka harus menjamin kualitas gabah/beras yang ditetapkan Perum Bulog. Petani diduga memiliki bargaining position yang lemah dan karena itu akan sangat merugikan mereka dalam hal stabilitas produksinya, tingkat pendapatannya, dan harga yang wajar diterima terutama pada waktu panen raya.
Dalam kondisi mekanisme pasar yang belum menjamin posisi petani, dan bahkan belum tentu juga menjamin ketersediaan pangan nasional, koperasi hadir mengangkat posisi petani dan dapat menjamin ketersediaan pangan nasional. Koperasi yang selama ini sudah eksis sebenarnya memiliki peran mendasar dalam penguatan ekonomi petani yakni melalui penjaminan ketersediaan pupuk dan harga terjangkau bagi petani, penanganan dan pengolahan gabah petani di saat surplus maupun defisit produksi, penjaminan nilai tukar dan income petani, membuka berbagai akses teknologi, informasi, pasar, dan bisnis kepada petani. Dalam tujuan ketahanan pangan, koperasi telah mengembangkan beberapa model pengamanan persediaan pangan diantaranya model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Model-model ini berperan menjamin persediaan gabah/beras baik di daerah sentra produksi maupun daerah defisit pangan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor beras yang sebenarnya secara substansial mengancam ketahanan nasional. Karena itu bagaimana memerankan koperasi sebagai lembaga ekonomi petani dan penguatan agribisnis di dalam perekonomian pasar sangatlah diperlukan.
Berdasarkan masalah di atas perlu dianalisis sejauh mana efektifitas perubahan kebijakan pemerintah dimaksud (distribusi pupuk dan pengadaan beras) yakni menyalurkan pupuk kepada petani guna meningkatkan produksi gabah dan pengadaan gabah/beras untuk pencapaian ketahanan pangan bagi masyarakat. Juga perlu dikaji pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi guna memperkuat ketahanan pangan nasional.
Tujuan Kajian
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan, berdasarkan perubahan kebijakan pemerintah terhadap distribusi pupuk dan beras.
2. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.
3. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras, di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.
2. Menganalisis efektifitas penyaluran pupuk dan pengadaan gabah/beras sesuai perubahan kebijakan pemerintah dimaksud.
3. Menganalisis dampak perubahan kebijakan tersebut terhadap penyediaan gabah/beras, di dalam negeri dan daya dukung koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.
4. Merumuskan model alternatif yang dapat diimplementasikan oleh koperasi guna
mendukung ketahanan pangan nasional.
mendukung ketahanan pangan nasional.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian ini meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Keragaan distribusi pupuk dari produsen hingga ke konsumen sesuai perubahan kebijakan yang ada.
2. Pelayanan koperasi terhadap kegiatan produksi (gabah) petani dan pengadaan gabah/beras oleh koperasi.
3. Pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi untuk mendukung ketahanan pangan.
4. Kinerja kelembagaan koperasi dalam ketahanan pangan nasional.
5. Pola koperasi/KUD dalam distribusi pangan yang dirintis di beberapa daerah.
6. Kebijakan daerah dan kebijakan nasional untuk ketahanan pangan.
1. Keragaan distribusi pupuk dari produsen hingga ke konsumen sesuai perubahan kebijakan yang ada.
2. Pelayanan koperasi terhadap kegiatan produksi (gabah) petani dan pengadaan gabah/beras oleh koperasi.
3. Pengembangan model bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi untuk mendukung ketahanan pangan.
4. Kinerja kelembagaan koperasi dalam ketahanan pangan nasional.
5. Pola koperasi/KUD dalam distribusi pangan yang dirintis di beberapa daerah.
6. Kebijakan daerah dan kebijakan nasional untuk ketahanan pangan.
Pembahasan
Secara umum bab ini membahas tentang distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras berdasarkan analisis masing-masing propinsi sampel penelitian. Untuk menjawab tujuan pertama yakni faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan maka dilakukan analisis perilaku. Analisis perilaku adalah analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pupuk dari Lini II atau level propinsi hingga ke petani, kemudian penggunaan pupuk petani mempengaruhi produksi gabah mereka, dan produksi gabah tersebut mempengaruhi pendapatan petani.
Selanjutnya produksi gabah petani mempengaruhi jumlah pembelian gabah koperasi dan produksi beras yang dapat dihasilkan koperasi. Produksi beras koperasi akan mempengaruhi volume usaha yang dicapainya yang berarti kinerja koperasi akan juga dipengaruhi. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi persamaan-persamaan pada distribusi pupuk dan kemudian pada penggunaan pupuk petani, pada akhirnya akan mempengaruhi persamaan-persamaan pada koperasi. Dengan demikian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan akan dimulai dari analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pupuk.
Untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga dilakukan analisis simulasi. Simulasi dibagi atas dua kelompok yaitu (1) kelompok simulasi untuk evaluasi kebijakan dan (2) kelompok simulasi alternatif. Secara spesifik, untuk mengetahui efektif tidaknya kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras yang ada sekarang (tujuan kedua), simulasi (kelompok pertama) dilakukan melalui dua skenario. Tujuan kedua skenario tersebut adalah untuk melihat dampak yang ditimbulkan pada nilai-nilai peubah di dalam model. Jika hasil yang ditimbulkan skenario tersebut adalah baik (positif) maka dikatakan skenario tersebut efektif meningkatkan nilai peubah endogen model.
Sebaliknya jika hasil yang ditimbulkan adalah buruk (negatif) maka skenario tersebut tidak efektif atau berdampak menurunkan nilai peubah endogen model. Simulasi alternatif untuk menjawab tujuan ketiga dimaksudkan untuk menemukan kebijakan alternatif dalam upaya mengatasi kelangkaan pupuk, meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani, meningkatkan produksi beras koperasi untuk menunjang ketahanan pangan serta meningkatkan kinerja koperasi dalam bidang pangan. Hasil skenario alternatif tersebut digunakan sebagai landasan untuk membentuk model alternatif (tujuan keempat) yang dapat diimplementasikan oleh koperasi dalam menunjang ketahanan pangan.
Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer
Pengadaan pupuk setiap tahun pada level propinsi ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian. Jumlah pupuk yang ditetapkan disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Secara alami kebutuhan pupuk ditentukan oleh permintaan atau kebutuhan semua kabupaten-kabupaten yang ada, dan diasumsikan dari waktu-waktu kebutuhan tersebut terus meningkat. Untuk mengetahui kondisi riil pengadaan pupuk masing-masing daerah sampel penelitian, peubah harga pupuk turut digunakan sebagai alat evaluasi terkait dengan realisasi pengadaan dan penyaluran pupuk.
Pada masing-masing propinsi sampel (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah), kegiatan penyaluran pupuk memiliki pasar terintegrasi antara pasar level atas (level propinsi) dan pasar level bawah (level petani). Para pengecer yang menyalurkan pupuk kepada petani, menyediakan jumlah pupuk sesuai kebutuhan petani. Jumlah kebutuhan pupuk level petani mempengaruhi jumlah yang harus disediakan level kabupaten dan propinsi.
Pada Lini III atau level kabupaten, jumlah pengadaan pupuk ditentukan oleh jumlah pengadaan yang dilakukan oleh para pengecer swasta dan pengecer koperasi, dan harga-harga pupuk level kabupaten dan level pengecer. Harga pupuk terutama pada level pengecer sering muncul sebagai faktor pendorong kuat bagi para pengecer untuk meningkatkan pengadaannya guna meraih keuntungan. Harga pupuk dapat naik melebihi HET jika terjadi kelangkaan pupuk di pasar. Peluang seperti ini akan dimanfaatkan oleh para pengecer pupuk.
Pada level pengecer (Lini IV), sesuai kebijakan pupuk saat ini dimana penyaluran pupuk bersubsidi diserahkan kepada pasar, para pengecer swasta mengambil peran sangat dominan dalam penyaluran pupuk kepada petani. Sementara itu data lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan pengecer koperasi di setiap propinsi dalam penyaluran pupuk kepada petani hanya sekitar 30%. Sesuai kondisi ini, pengadaan pupuk level pengecer diwakilkan oleh pengadaan pengecer swasta. Secara teoritis jumlah pupuk yang harus disediakan oleh para pengecer dan dijual kepada petani tergantung pada jumlah permintaan pupuk petani. Dari sisi produsen, harga merupakan peubah indikator atau sebagai signal seberapa banyak jumlah yang harus mereka tawarkan ke pasar.
Harga Pupuk Tingkat Petani
Penelitian ini menggolongkan para petani atas dua kelompok yaitu petani anggota koperasi dan petani non-anggota koperasi. Umumnya harga pupuk yang berlaku pada kedua kelompok petani ini relatif sama. Dengan demikian persamaan harga pupuk dari petani anggota koperasi dapat digunakan untuk mewakili kedua golongan petani tersebut.
Harga pupuk di tingkat petani seharusnya sebesar Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Akan tetapi harga tersebut hanya berlaku jika pemerintah berhasil mengendalikan pasar yakni mengendalikan jumlah persediaan agar sesuai permintaan konsumen. Jika tidak, pasar akan terdistorsi yakni terjadi excess demand dan atau sortage supply maka harga pupuk akan berubah sesuai kondisi pasar yang ada.
Kondisi empiris menunjukkan para petani sering kesulitan mendapatkan pupuk pada saat musim tanam. Kondisi ini sudah pasti mempengaruhi harga pupuk yang seharusnya berlaku di tingkat petani yakni sebesar HET. Fakta di lapangan, petani membeli pupuk dengan harga yang jauh di atas HET. Juga pupuk sering langka di pasar. Jadi, harga pupuk di tingkat petani koperasi disini digunakan untuk mengetahui kondisi riil di lapangan.
Harga pupuk di tingkat petani ditentukan oleh jumlah pupuk yang disediakan baik oleh pengecer koperasi maupun pengecer swasta. Juga harga pupuk ditentukan oleh kondisi kekurangan persediaan pupuk di tingkat petani yang dalam hal ini dapat dijelaskan oleh peubah SISA. Peubah SISA adalah selisih jumlah pupuk antara pengadaan level propinsi dan jumlah yang disediakan para pengecer. Harga pupuk di tingkat petani juga ditentukan oleh perbedaan harga yang terjadi antara HET dan harga tebusan pupuk di tingkat pengecer.
Penggunaan Pupuk oleh Petani
Jumlah permintaan pupuk baik petani anggota maupun non-anggota koperasi ditentukan oleh luas areal sawah masing-masing, ketersediaan pupuk yang disuplai oleh para pengecer dan harga pupuk di tingkat petani. Disini, harga pupuk diwakili oleh harga pada petani anggota koperasi karena harga pupuk di tingkat petani anggota maupun nonanggota koperasi relatif sama.
Jumlah permintaan pupuk baik petani anggota maupun non-anggota koperasi ditentukan oleh luas areal sawah masing-masing, ketersediaan pupuk yang disuplai oleh para pengecer dan harga pupuk di tingkat petani. Disini, harga pupuk diwakili oleh harga pada petani anggota koperasi karena harga pupuk di tingkat petani anggota maupun nonanggota koperasi relatif sama.
Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani
Jumlah produksi gabah para petani ditentukan oleh luas areal sawah mereka masing-masing, jumlah penggunaan pupuk, dan tingkat harga gabah di pasar. Secara teoritis, sebuah produksi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input yang dalam hal ini adalah luas areal sawah dan jumlah pupuk, dan tingkat harga jual produk yang dihasilkan.
Jumlah produksi gabah para petani ditentukan oleh luas areal sawah mereka masing-masing, jumlah penggunaan pupuk, dan tingkat harga gabah di pasar. Secara teoritis, sebuah produksi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input yang dalam hal ini adalah luas areal sawah dan jumlah pupuk, dan tingkat harga jual produk yang dihasilkan.
Jika petani dalam proses produksinya berorientasi ke pasar maka tingkat harga gabah akan merupakan indikator keberhasilan yang akan dicapai petani. Harga gabah Bulog tidak dimasukan ke dalam persamaan karena data lapangan menunjukkan petani tidak menjual
gabahnya ke Devisi Bulog atau Dolog setempat.
gabahnya ke Devisi Bulog atau Dolog setempat.
Jumlah pejualan gabah petani anggota dan non-anggota koperasi ditentukan oleh jumlah produksi gabah mereka masing-masing dan harga gabah koperasi dan tengkulak. Sedangkan pendapatan petani anggota dan non-anggota koperasi ditentukan oleh jumlah
penjualan gabah mereka, harga gabah yang ditetapkan koperasi dan para tengkulak, dan besar biaya produksi masing-masing petani. Peubah harga koperasi dan harga para tengkulak dimasukkan bersama-sama dalam masing-masing persamaan pendapatan petani untuk melihat kontribusi masing-masing terhadap pendapatan para petani.
penjualan gabah mereka, harga gabah yang ditetapkan koperasi dan para tengkulak, dan besar biaya produksi masing-masing petani. Peubah harga koperasi dan harga para tengkulak dimasukkan bersama-sama dalam masing-masing persamaan pendapatan petani untuk melihat kontribusi masing-masing terhadap pendapatan para petani.
Dalam hal pendapatan petani, umumnya pada semua propinsi besaran pendapatan petani non-anggota koperasi akan mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan jumlah penjualan gabah dan harga gabah di pasar. Sebaliknya pendapatan petani menurun sejalan dengan kenaikan biaya produksi petani masing-masing. Pada semua propinsi, peubah jumlah penjualan gabah memiliki respon kuat terhadap peningkatan pendapatan petani. Sedangkan peubah harga gabah dan biaya produksi hanya memiliki respon lemah. Data lapangan menunjukkan baik harga gabah maupun biaya produksi petani relatif tidak mengalami fluktuasi drastis. Secara umum harga gabah ditetapkan berdasarkan harga pembelian pemerintah dan harga tersebut cenderung mengalami
perubahan lebih dari satu tahun.
perubahan lebih dari satu tahun.
Dengan demikian kedua peubah tersebut tidak cukup kuat menimbulkan perubahan berarti pada pendapatan petani. Oleh karena itu upaya meningkatkan pendapatan petani padi/gabah dapat dilakukan melalui peningkatan produksi dan penjualan gabah petani.
Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak
Harga gabah yang ditetapkan pihak koperasi dan para tengkulak pada dasarnya berpedoman pada harga pembelian pemerintah. Secara empiris, harga yang ditetapkan pihak koperasi dan para tengkulak di pasar ditentukan oleh jumlah produksi dan penjualan gabah para petani. Juga harga gabah yang ditetapkan berpedoman pada tingkat harga pupuk level petani. Di dalam pasar produk terdapat hubungan yang erat antara input dan output. Harga-harga input dapat mempengaruhi penetapan harga output yakni semakin
tinggi harga input maka penetapan harga output juga makin tinggi. Karena itu untuk mengetahui perilaku penetapan harga gabah baik pada koperasi maupun para tengkulak, dimasukan variabel harga pupuk kedalam kedua persamaan harga gabah.
tinggi harga input maka penetapan harga output juga makin tinggi. Karena itu untuk mengetahui perilaku penetapan harga gabah baik pada koperasi maupun para tengkulak, dimasukan variabel harga pupuk kedalam kedua persamaan harga gabah.
Data lapangan menunjukkan bahwa pasar gabah bersifat persaingan monopolistis dimana terdapat sejumlah pembeli gabah yakni pihak koperasi dan para tengkulak yang saling bersaing mendapatkan gabah petani. Para petani berpeluang memilih pembeli gabah yang menguntungkan dan memberi kemudahan kepada mereka. Karena itu kedalam masing-masing persamaan harga gabah dimasukkan juga harga gabah kompetitor masing-masing.
Harga gabah yang ditetapkan koperasi makin bergerak naik searah gerak kenaikan harga gabah tengkulak, gerakan kenaikan jumlah penjualan petani dan gerakan kenaikan harga pupuk. Penjualan gabah petani dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan petani dan kondisi harga pasar. Karena itu hubungan positif antara kenaikan harga gabah dan jumlah penjualan petani dapat saja terjadi.
Sementara penetapan harga gabah yang bergerak naik searah kenaikan harga pupuk merupakan hal yang normal karena pupuk adalah input dalam produksi gabah. Sedangkan kenaikan jumlah produksi yang menjelaskan surplus saat panen raya, menyebabkan harga gabah koperasi menurun.
Kompetisi harga gabah antara koperasi dan tengkulak dapat dilihat dari hubungan positif antara keduanya. Gerak kenaikan harga gabah yang ditetapkan tengkulak dapat mendorong kenaikan harga gabah yang ditetapkan koperasi. Pada dasarnya hal ini dilakukan untuk mendapatkan lebih banyak petani dan jumlah gabahnya.
Pada para tengkulak, penetapan harga gabah meningkat searah kenaikan harga pupuk. Tetapi dalam hal jumlah produksi dan penjualan gabah, para tengkulak mengambil sikap yang berbeda. Pada koperasi, penurunan harga gabah terjadi bersamaan jumlah produksi yang melimpah saat panen raya. Tetapi bagi tengkulak, penetapan harga gabah yang lebih rendah dilakukan pada saat-saat penjualan gabah petani melimpah. Inilah sikap para tengkulak sebagai pelaku bisnis murni dibanding koperasi yang lebih dominan kepada
pelayanan sosial.
pelayanan sosial.
Sebagai pesaing dalam pembelian gabah petani, gerak kenaikan harga gabah koperasi akan mendorong para tengkulak menaikan harga gabahnya. Hal seperti ini juga dilakukan oleh pihak koperasi. Tetapi perbedaan diantara mereka adalah sesuai nilai elastisitas masing-masing yakni reaksi tengkulak sangat kuat sedangkan reaksi koperasi lemah. Ini menunjukkan ketika koperasi menaikan harga gabah, para tengkulak langsung memberikan respon sangat kuat menaikan juga harga gabah mereka. Sebaliknya jika tengkulak yang menaikkan harga gabahnya, tidak begitu mendapat respon yang kuat dari pihak koperasi untuk turut menaikkan harga gabahnya.
Jika dibandingkan respon peubah-peubah jumlah produksi dan penjualan gabah terhadap harga gabah koperasi dan tengkulak, maka dapat ditemukan bahwa respon yang diberikan pada harga gabah tengkulak adalah sangat kuat. Ini berarti kenaikan harga gabah tengkulak akibat kenaikan jumlah produksi gabah petani, dan penurunan harga gabah tersebut akibat melimpahnya penjualan gabah, keduanya menyebabkan harga gabah tengkulak berfluktuasi sangat kuat. Karena itu hasil disini membuktikan bahwa harga
gabah tengkulak potensial berfluktuasi tetapi koperasi tidak.
gabah tengkulak potensial berfluktuasi tetapi koperasi tidak.
Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas Produksi Beras Koperasi
Pembelian gabah oleh koperasi ditentukan oleh besar harga yang ditetapkan dan kapasitas peralatan produksi koperasi diantaranya RMU, gedung dan lantai jemur, dan peralatan penunjang lainnya. Sebelum perubahan kebijakan oleh pemerintah dengan menyerahkan distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras kepada swasta, koperasi telah aktif dalam pembelian dan pengadaan gabah/beras. Dalam hal ini koperasi beroperasi penuh dengan menggunakan semua kapasitas peralatan yang ada. Akan tetapi setelah perubahan kebijakan, koperasi mengalami penurunan cukup besar dalam kegiatan pembelian dan pengadaan gabah/beras. Jadi, persamaan pembelian gabah koperasi digunakan untuk mengukur kegiatan koperasi dalam pengadaan gabah dan beras dimaksud.
Setelah pemerintah merubah kebijakan perberasan nasional dengan melibatkan pihak swasta, terdapat indikasi bahwa koperasi mengalami penurunan cukup besar dalam kemampuan pengadaan beras. Untuk mengevaluasi eksistensi koperasi dalam produksi beras, dimodelkan persamaan-persamaan produksi beras dan kapasitas produksi beras koperasi. Peubah-peubah yang dianggap menentukan jumlah produksi beras koperasi adalah kapasitas produksinya, jumlah pembelian gabah, dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras. Sedangkan kapasitas produksi beras ditentukan oleh peubahpeubah total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras, kapasitas RMU, dan kapasitas gudang dan lantai jemur koperasi serta kenaikan produksi beras.
Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa pada satu sisi jumlah pembelian gabah dan kapasitas produksi beras koperasi sangat bergantung pada kapasitas prasarana dan sarana produksi beras yang ada. Sementara pada sisi lain pembelian gabah dan kapasitas produksi tersebut sangat menentukan produksi beras, maka untuk tujuan meningkatkan produksi beras koperasi secara keseluruhan diperlukan pemecahan terhadap kendala-kendala yang dihadapi koperasi pada masing-masing propinsi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Koperasi
- Modal Sendiri, Modal Luar dan Jumlah Aset Koperasi
Untuk mengetahui sejuahmana perkembangan operasional kelembagaan koperasi setelah perubahan kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras oleh pemerintah, perilaku usaha koperasi akan menjelaskan keadaan aktual koperasi. Kondisi koperasi yang diamati adalah permodalannya, volume usaha, Sisa Hasil Usaha (SHU), dan produktivitas koperasi. Bagian permodalan terdiri dari modal sendiri, modal luar, dan jumlah aset koperasi.
Modal sendiri koperasi ditentukan oleh jumlah anggota dan simpanan para anggotanya. Semakin besar kedua peubah tersebut maka semakin besar pula modal sendiri koperasi. Koperasi-koperasi contoh yang dipilih dalam kajian ini adalah koperasi pengadaan pangan. Untuk melihat keterkaitan antara kemampuan pengadaan pangan dan pembentukan modal sendiri koperasi, dimasukkan dalam analisis peubah kapasitas produksi beras koperasi. Kapasitas produksi beras koperasi terkait erat dengan seluruh prasarana dan sarana pendukungnya. Kepemilikan prasarana dan sarana tersebut merupakan bagian dari pemupukan modal. Karena itu besaran kapasitas produksi berkorelasi dengan besaran pembentukan modal sediri. Diasumsikan, jika koperasi aktif dan maju dalam pengadaan dan pengelolaan gabah/beras, maka pemilikan kapasitas produksi beras akan berkontribusi dalam pembentukan modal sendiri koperasi.
Modal luar koperasi ditentukan oleh jumlah pemilikan aset, jumlah modal sendiri, jumlah anggota dan jumlah unit usaha koperasi. Diasumsikan semakin besar pemilikan aset, jumlah anggota dan jumlah unit usaha maka semakin besar modal luar koperasi. Sedangkan jumlah pemilikan aset koperasi ditentukan oleh total modal koperasi dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras. Dengan asumsi bahwa koperasi contoh adalah koperasi pangan, maka besaran kapasitas prasarana dan sarana produksi beras akan memberikan kontribusi cukup besar pada total aset koperasi. Hal ini juga menunjukkan seberapa besar dominasi unit usaha pengadaan pangan dalam keseluruhan operasional koperasi.
- Volume Usaha Koperasi, SHU dan Bagian SHU Anggota Koperasi
Volume usaha koperasi pada dasarnya ditentukan oleh nilai volume usaha dari pelayanan anggota dan nilai volume dari pelayanan terhadap pasar umum. Juga dianalisis keterkaitan pengadaan pupuk dengan volume usaha, dan apa yang terjadi jika pihak koperasi dan swasta masing-masing diberi peran lebih tinggi dalam distribusi pupuk.
Sisa hasil usaha koperasi (SHU) ditentukan oleh volume usaha, besaran nilai aset dan produktivitas anggota. Semakin besar volume usaha koperasi akan semakin besar juga SHU yang akan diterima. Semakin besar nilai total aset koperasi menunjukkan peluang menerima SHU yang besar semakin terbuka. Diasumsikan jika produktivitas anggota koperasi semakin baik berpeluang meningkatkan SHU yang diterima koperasi. Sebaliknya, semakin besar SHU yang diterima koperasi maka makin besar bagian yang akan diterima anggota masing-masing. Begitu juga semakin tinggi produkvitas seorang anggota semakin besar bagian SHU yang diterima.
- Produktivitas Anggota, Produktivitas Aset, dan Produktivitas Usaha
Produktivitas anggota merupakan sebuah angka yang mengukur seberapa banyak output yang dapat dihasilkan oleh seorang anggota koperasi. Semakin tinggi angka tersebut semakin tinggi pula produktivitas anggota. Angka ini merupakan rasio antara volume usaha dan jumlah anggota koperasi. Koperasi-koperasi dengan anggota banyak cenderung menghasilkan volume usaha lebih besar. Sedangkan produktivitas aset merupakan angka yang mengukur produktivitas dari kekayaan aset koperasi. Aset-aset yang ditanamkan memiliki nilai dan karena itu ia harus menerima return-nya. Produktivitas aset dihitung dengan membagi antara volume usaha dan total nilai aset koperasi. Semakin tinggi volume usaha koperasi semakin tinggi pula return yang diterima aset yang ditanamkan dan berarti semakin tinggi produktivitas aset tesebut. Produktivitas usaha merupakan angka yang mengukur besarnya bagian SHU (%) dari total volume usaha yang dicapai koperasi. Jika pencapaian suatu volume usaha sanggup memberikan bagian terbesar bagi SHU berarti diperoleh produktivitas usaha yang lebih tinggi. Angka produktivitas usaha diperoleh dengan mencari prosentase besaran SHU dari volume usaha.
Produktivitas anggota (PRAN) diasumsikan ditentukan oleh volume usaha, jumlah tempat pelayanan koperasi, jumlah karyawan dan produktivitas modal total. Semakin besar volume usaha, semakin banyak tempat pelayanan koperasi dan semakin tinggi produktivitas modal total maka semakin besar pula produktivitas anggota. Sedangkan semakin banyak jumlah karyawan koperasi semakin berkurang produktivitas anggota.
Produktivitas aset (PRAS) ditentukan oleh volume usaha, produktivitas anggota dan produktivitas modal total. Semakin besar volume usaha, semakin tinggi produktivitas anggota dan produktivitas modal total maka semakin tinggi pula produktivitas aset koperasi.
Produktivitas usaha (PRUS) ditentukan oleh produktivitas anggota dan produktivitas kredit yang diambil koperasi. Semakin besar kedua peubah tersebut semakin besar pula produktivitas usaha. Kredit digunakan koperasi untuk mendanai berbagai kegiatan produktif
koperasi. Diharapkan penggunaan kredit akan mendatangkan output yang lebih besar bagi koperasi. Jika kredit tersebut cukup produktif mendatangkan output, itu berarti ia meningkatkan produktivitas usaha.
koperasi. Diharapkan penggunaan kredit akan mendatangkan output yang lebih besar bagi koperasi. Jika kredit tersebut cukup produktif mendatangkan output, itu berarti ia meningkatkan produktivitas usaha.
Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras
Untuk mengetahui efektif tidaknya penyaluran pupuk dan pengadaan beras sesuai kebijakan yang telah ada, dilakukan simulasi terhadap model yang telah dibangun. Tujuan melakukan simulasi adalah untuk menganalisis dampak perubahan peubah-peubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan peubah endogen di dalam model.
Perubahan terhadap peubah-peubah dimaksud dilakukan dengan cara mengubah nilainya. Sedangkan peubah yang disimulasi adalah peubah yang terkait dan menjelaskan tentang kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras yang ada, serta peubah-peubah kebijakan lainnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kaji ulang peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan dengan fokus pada masalah distribusi pupuk dan pengadaan pagan/beras pada tujuh daerah survei masing-masing Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah, diambil kesimpulan sesuai tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan
Peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemampuan menyediakan pupuk bagi petani dan kemampuan pengadaan pangan/beras. Sesuai hasil-hasil estimasi, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyediaan pupuk koperasi adalah :
1. Jumlah penyaluran pupuk koperasi. Jumlah pupuk yang disalurkan koperasi relatif kecil yakni hanya sekitar 30%. Jumlah ini sesuai dengan kebijakan pupuk yang sedang berlaku dimana koperasi hanya diberikan kesempatan kecil sementara swasta lebih dominan. Dengan demikian kemampuan koperasi dalam penyaluran pupuk sudah dibatasi oleh kebijakan pupuk yang ada sekarang.
2. Jumlah penyaluran pupuk swasta. Swasta sangat dominan dalam penyaluran pupuk sehingga jumlah yang disalurkan juga besar. Sesuai fakta lapangan, dominasi swasta makin menekan kesempatan koperasi untuk menyalurkan pupuk. Hal ini terkait dengan posisi tawar swasta yang lebih besar dan monopoli swasta di pasar pupuk.
3. Kelangkaan pupuk. Kelangkaan pupuk disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pupuk diekspor ke luar negeri, dijual ke perusahaan perkebunan besar atau dihilangkan untuk tujuan tertentu. Kuota pupuk yang kecil bagi koperasi disertai kelangkaan pupuk menyulitkan koperasi menyediakan pupuk dalam jumlah yang memadai bagi petani.
4. Jumlah permintaan pupuk petani. Permintaan pupuk petani khususnya di Pulau Jawa terus meningkat. Penyebabnya adalah terjadi pergeseran musim tanam, adanya perluasan tanam gadu, dan perluasan areal tanaman pangan. Sementara koperasi mewadahi sejumlah besar petani yang sejak lama terbina dengan baik. Kecilnya kuota penyaluran pupuk oleh koperasi disertai terjadinya kelangkaan pupuk dan makin meningkatnya permintaan petani semakin melemahkan kemampuan koperasi menyediakan pupuk bagi petani.
5. Harga pupuk. Harga riil pupuk tingkat petani yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) dan tidak dapat dikontrol oleh koperasi, melemahkan fungsi pelayanan ”sosial” koperasi. Selain itu monopoli pasar pupuk dan penyaluran pupuk oleh swasta yang menyebabkan harga pupuk lebih tinggi kemungkinan memberikan kendala pembiayaan bagi koperasi untuk menyediakan pupuk bagi petani.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan koperasi dalam pengadaan pangan/beras adalah :
1. Jumlah produksi dan penjualan gabah petani. Kemampuan koperasi dalam pengadaan pangan/beras bermula dari kemampuannya mendorong kenaikan produksi gabah petani yang kemudian meningkatkan jumlah penjualan mereka. Produksi gabah petani dapat meningkat bila dukungan koperasi dalam penyediaan pupuk juga berlangsung secara baik. Dukungan koperasi pada penyediaan pupuk
relatif kecil maka dukungan tidak langsung pada produksi gabah dan penjualan petani juga relatif kecil. Selain itu dukungan koperasi dalam hal kelembagaan kepada petani banyak mengalami penurunan sehingga turut mempengaruhi produksi gabah petani. Koperasi belum berperan maksimal sebagai tempat bagi penjualan gabah petani.
relatif kecil maka dukungan tidak langsung pada produksi gabah dan penjualan petani juga relatif kecil. Selain itu dukungan koperasi dalam hal kelembagaan kepada petani banyak mengalami penurunan sehingga turut mempengaruhi produksi gabah petani. Koperasi belum berperan maksimal sebagai tempat bagi penjualan gabah petani.
2. Harga gabah. Harga gabah berfluktuasi sesuai musim panen dan berkompetisi antara pihak koperasi dan tengkulak. Harga gabah koperasi relatif stabil sedangkan harga tengkulak fluktuatif. Saat-saat panen raya dimana harga gabah menurun, harga gabah koperasi yang relatif stabil menguntungkan bagi para petani. Sementara saat-saat paceklik dimana harga gabah naik, tengkulak lebih menguntungkan bagi petani.
3. Pembelian gabah. Koperasi mengalami kendala pembelian gabah karena permodalan yang terbatas.
4. Produksi dan kapasitas produksi beras. Produksi dan kapasitas produksi beras koperasi relatif mengalami penurunan akibat kapasitas peralatan pendukung yang sudah beroperasi di bawah kapasitas normal.
5. Kapasitas prasarana dan sarana produksi beras. Kapasitas RMU, gudang dan lantai jemur, peralatan penunjang lainnya bahkan prasarana dan sarana secara keseluruhan telah mengalami penurunan karena tidak beroperasi secara normal. Faktor penyebabnya adalah berkurangnya kegiatan pengadaan pangan koperasi akibat berubahnya kebijakan pengadaan pangan.
REVIEW
Abstrak
Koperasi dalam menunjang ketahanan pangan, sudah sejak lama menjadi badan usaha yang strategis di sektor pertanian dalam meningkatkan ekonomi anggotanya maupun masyarakat pada umumnya. KUD khususnya sudah berpengalaman dan bermanfaat dalam mendorong peningkatan produksi di subsektor pangan, berperan dalam menyediakan dan menyalurkan prasarana dan sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, gudang dan lantai jemur, Rice Miling Unit, dll) kepada petani serta dalam kegiatan pemasaran dabah/beras.
Koperasi sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000) terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2003). Kini seiring perubahan pemerintahan dan kondisi ekonomi yang diikuti dengan perubahan kebijakan-kebijakan tentang pangan, koperasi/KUD praktis tidak berperan lagi secara maksimal. Perubahan kebijakan seperti Kepmen Perindag Nomor : 356/MPP/KEP/5/2004, tidak lagi memberikan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD menyalurkan pupuk kepada petani, melainkan kepada swasta (lebih dominan) dan juga
kepada koperasi/KUD. Juga Inpres Nomor 9 tahun 2003 tidak lagi memberi kewenangan kepada koperasi/KUD sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah.
kepada koperasi/KUD. Juga Inpres Nomor 9 tahun 2003 tidak lagi memberi kewenangan kepada koperasi/KUD sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah.
Beberapa faktor yang melemahkan kemampuan tersebut adalah monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, pengalihan dan ekspor pupuk ke perusahaan besar dan ke luar negeri, harga jual gabah yang berfluktuasi, produksi dan kapasitas produksi beras koperasi yang menurun akibat peralatan pendukung yang beroperasi dibawah kapasitas normal. Dampak-dampak tersebut mendorong perlu dilakukannya riset tentang “Kaji Ulang Peran Koperasi dalam Menunjang Ketahanan Pangan” untuk menentukan kebijakan apa yang perlu dipertimbangkan dan dapat ditetapkan pada waktu yang akan datang.
Kebijakan yang dapat diterapkan adalah memerankan koperasi secara penuh baik pada penyaluran pupuk maupun pada pengadaan pangan/beras. Perlu peningkatan kredit atau modal kepada koperasi untuk pembelian gabah dan peningkatan kapasitas prasarana dan
sarana produksi beras koperasi.
sarana produksi beras koperasi.
Point-Point
Pengadaan Pupuk Level Propinsi hingga Pengecer
Pengadaan pupuk setiap tahun pada level propinsi ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian. Jumlah pupuk yang ditetapkan disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Secara alami kebutuhan pupuk ditentukan oleh permintaan atau kebutuhan semua kabupaten-kabupaten yang ada, dan diasumsikan dari waktu-waktu kebutuhan tersebut terus meningkat. Untuk mengetahui kondisi riil pengadaan pupuk masing-masing daerah sampel penelitian, peubah harga pupuk turut digunakan sebagai alat evaluasi terkait dengan realisasi pengadaan dan penyaluran pupuk.
Harga Pupuk Tingkat Petani
Penelitian ini menggolongkan para petani atas dua kelompok yaitu petani anggota koperasi dan petani non-anggota koperasi. Umumnya harga pupuk yang berlaku pada kedua kelompok petani ini relatif sama. Dengan demikian persamaan harga pupuk dari petani anggota koperasi dapat digunakan untuk mewakili kedua golongan petani tersebut.
Harga pupuk di tingkat petani seharusnya sebesar Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Akan tetapi harga tersebut hanya berlaku jika pemerintah berhasil mengendalikan pasar yakni mengendalikan jumlah persediaan agar sesuai permintaan konsumen. Jika tidak, pasar akan terdistorsi yakni terjadi excess demand dan atau sortage supply maka harga pupuk akan berubah sesuai kondisi pasar yang ada.
Penggunaan Pupuk oleh Petani
Jumlah permintaan pupuk baik petani anggota maupun non-anggota koperasi ditentukan oleh luas areal sawah masing-masing, ketersediaan pupuk yang disuplai oleh para pengecer dan harga pupuk di tingkat petani. Disini, harga pupuk diwakili oleh harga pada petani anggota koperasi karena harga pupuk di tingkat petani anggota maupun nonanggota koperasi relatif sama.
Produksi Gabah, Jumlah Penjualan dan Pendapatan Petani
Jumlah produksi gabah para petani ditentukan oleh luas areal sawah mereka masing-masing, jumlah penggunaan pupuk, dan tingkat harga gabah di pasar. Secara teoritis, sebuah produksi dipengaruhi oleh jumlah penggunaan input yang dalam hal ini adalah luas areal sawah dan jumlah pupuk, dan tingkat harga jual produk yang dihasilkan. Jika petani dalam proses produksinya berorientasi ke pasar maka tingkat harga gabah akan merupakan indikator keberhasilan yang akan dicapai petani. Harga gabah Bulog tidak
dimasukan ke dalam persamaan karena data lapangan menunjukkan petani tidak menjual gabahnya ke Devisi Bulog atau Dolog setempat.
dimasukan ke dalam persamaan karena data lapangan menunjukkan petani tidak menjual gabahnya ke Devisi Bulog atau Dolog setempat.
Jumlah pejualan gabah petani anggota dan non-anggota koperasi ditentukan oleh jumlah produksi gabah mereka masing-masing dan harga gabah koperasi dan tengkulak. Sedangkan pendapatan petani anggota dan non-anggota koperasi ditentukan oleh jumlah penjualan gabah mereka, harga gabah yang ditetapkan koperasi dan para tengkulak, dan besar biaya produksi masing-masing petani. Peubah harga koperasi dan harga para tengkulak dimasukkan bersama-sama dalam masing-masing persamaan pendapatan petani untuk melihat kontribusi masing-masing terhadap pendapatan para petani.
Harga Gabah Koperasi dan Tengkulak
Harga gabah yang ditetapkan pihak koperasi dan para tengkulak pada dasarnya berpedoman pada harga pembelian pemerintah. Secara empiris, harga yang ditetapkan pihak koperasi dan para tengkulak di pasar ditentukan oleh jumlah produksi dan penjualan gabah para petani. Juga harga gabah yang ditetapkan berpedoman pada tingkat harga pupuk level petani. Di dalam pasar produk terdapat hubungan yang erat antara input dan output. Harga-harga input dapat mempengaruhi penetapan harga output yakni semakin
tinggi harga input maka penetapan harga output juga makin tinggi. Karena itu untuk mengetahui perilaku penetapan harga gabah baik pada koperasi maupun para tengkulak, dimasukan variabel harga pupuk kedalam kedua persamaan harga gabah.
tinggi harga input maka penetapan harga output juga makin tinggi. Karena itu untuk mengetahui perilaku penetapan harga gabah baik pada koperasi maupun para tengkulak, dimasukan variabel harga pupuk kedalam kedua persamaan harga gabah.
Pembelian Gabah, Produksi dan Kapasitas Produksi Beras Koperasi
Pembelian gabah oleh koperasi ditentukan oleh besar harga yang ditetapkan dan kapasitas peralatan produksi koperasi diantaranya RMU, gedung dan lantai jemur, dan peralatan penunjang lainnya. Sebelum perubahan kebijakan oleh pemerintah dengan menyerahkan distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras kepada swasta, koperasi telah aktif dalam pembelian dan pengadaan gabah/beras. Dalam hal ini koperasi beroperasi penuh dengan menggunakan semua kapasitas peralatan yang ada. Akan tetapi setelah perubahan kebijakan, koperasi mengalami penurunan cukup besar dalam kegiatan pembelian dan pengadaan gabah/beras. Jadi, persamaan pembelian gabah koperasi digunakan untuk mengukur kegiatan koperasi dalam pengadaan gabah dan beras dimaksud.
Pembelian gabah oleh koperasi ditentukan oleh besar harga yang ditetapkan dan kapasitas peralatan produksi koperasi diantaranya RMU, gedung dan lantai jemur, dan peralatan penunjang lainnya. Sebelum perubahan kebijakan oleh pemerintah dengan menyerahkan distribusi pupuk dan pengadaan gabah/beras kepada swasta, koperasi telah aktif dalam pembelian dan pengadaan gabah/beras. Dalam hal ini koperasi beroperasi penuh dengan menggunakan semua kapasitas peralatan yang ada. Akan tetapi setelah perubahan kebijakan, koperasi mengalami penurunan cukup besar dalam kegiatan pembelian dan pengadaan gabah/beras. Jadi, persamaan pembelian gabah koperasi digunakan untuk mengukur kegiatan koperasi dalam pengadaan gabah dan beras dimaksud.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Koperasi
1. Modal Sendiri, Modal Luar dan Jumlah Aset Koperasi
Untuk mengetahui sejuahmana perkembangan operasional kelembagaan koperasi setelah perubahan kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan beras oleh pemerintah, perilaku usaha koperasi akan menjelaskan keadaan aktual koperasi. Kondisi koperasi yang diamati adalah permodalannya, volume usaha, Sisa Hasil Usaha (SHU), dan produktivitas koperasi. Bagian permodalan terdiri dari modal sendiri, modal luar, dan jumlah aset koperasi.
Modal sendiri koperasi ditentukan oleh jumlah anggota dan simpanan para anggotanya. Semakin besar kedua peubah tersebut maka semakin besar pula modal sendiri koperasi. Koperasi-koperasi contoh yang dipilih dalam kajian ini adalah koperasi pengadaan pangan. Untuk melihat keterkaitan antara kemampuan pengadaan pangan dan pembentukan modal sendiri koperasi, dimasukkan dalam analisis peubah kapasitas produksi beras koperasi. Kapasitas produksi beras koperasi terkait erat dengan seluruh prasarana dan sarana pendukungnya. Kepemilikan prasarana dan sarana tersebut merupakan bagian dari pemupukan modal. Karena itu besaran kapasitas produksi berkorelasi dengan besaran pembentukan modal sediri. Diasumsikan, jika koperasi aktif dan maju dalam pengadaan dan pengelolaan gabah/beras, maka pemilikan kapasitas produksi beras akan berkontribusi dalam pembentukan modal sendiri koperasi.
Modal luar koperasi ditentukan oleh jumlah pemilikan aset, jumlah modal sendiri, jumlah anggota dan jumlah unit usaha koperasi. Diasumsikan semakin besar pemilikan aset, jumlah anggota dan jumlah unit usaha maka semakin besar modal luar koperasi. Sedangkan jumlah pemilikan aset koperasi ditentukan oleh total modal koperasi dan total kapasitas prasarana dan sarana produksi beras. Dengan asumsi bahwa koperasi contoh adalah koperasi pangan, maka besaran kapasitas prasarana dan sarana produksi beras akan memberikan kontribusi cukup besar pada total aset koperasi. Hal ini juga menunjukkan seberapa besar dominasi unit usaha pengadaan pangan dalam keseluruhan operasional koperasi.
2. Volume Usaha Koperasi, SHU dan Bagian SHU Anggota Koperasi
Volume usaha koperasi pada dasarnya ditentukan oleh nilai volume usaha dari pelayanan anggota dan nilai volume dari pelayanan terhadap pasar umum. Juga dianalisis keterkaitan pengadaan pupuk dengan volume usaha, dan apa yang terjadi jika pihak koperasi dan swasta masing-masing diberi peran lebih tinggi dalam distribusi pupuk.
Sisa hasil usaha koperasi (SHU) ditentukan oleh volume usaha, besaran nilai aset dan produktivitas anggota. Semakin besar volume usaha koperasi akan semakin besar juga SHU yang akan diterima. Semakin besar nilai total aset koperasi menunjukkan peluang menerima SHU yang besar semakin terbuka. Diasumsikan jika produktivitas anggota koperasi semakin baik berpeluang meningkatkan SHU yang diterima koperasi. Sebaliknya, semakin besar SHU yang diterima koperasi maka makin besar bagian yang akan diterima anggota masing-masing. Begitu juga semakin tinggi produkvitas seorang anggota semakin besar bagian SHU yang diterima.
3. Produktivitas Anggota, Produktivitas Aset, dan Produktivitas Usaha
Produktivitas anggota merupakan sebuah angka yang mengukur seberapa banyak output yang dapat dihasilkan oleh seorang anggota koperasi. Semakin tinggi angka tersebut semakin tinggi pula produktivitas anggota. Angka ini merupakan rasio antara volume usaha dan jumlah anggota koperasi. Koperasi-koperasi dengan anggota banyak cenderung menghasilkan volume usaha lebih besar. Sedangkan produktivitas aset merupakan angka yang mengukur produktivitas dari kekayaan aset koperasi. Aset-aset yang ditanamkan memiliki nilai dan karena itu ia harus menerima return-nya. Produktivitas aset dihitung dengan membagi antara volume usaha dan total nilai aset koperasi. Semakin tinggi volume usaha koperasi semakin tinggi pula return yang diterima aset yang ditanamkan dan berarti semakin tinggi produktivitas aset tesebut. Produktivitas usaha merupakan angka yang mengukur besarnya bagian SHU (%) dari total volume usaha yang dicapai koperasi. Jika pencapaian suatu volume usaha sanggup memberikan bagian terbesar bagi SHU berarti diperoleh produktivitas usaha yang lebih tinggi. Angka produktivitas usaha diperoleh dengan mencari prosentase besaran SHU dari volume usaha.
Efektifitas Kebijakan Penyaluran Pupuk dan Pengadaan Beras
Untuk mengetahui efektif tidaknya penyaluran pupuk dan pengadaan beras sesuai kebijakan yang telah ada, dilakukan simulasi terhadap model yang telah dibangun. Tujuan melakukan simulasi adalah untuk menganalisis dampak perubahan peubah-peubah endogen dan eksogen tertentu terhadap keseluruhan peubah endogen di dalam model.
Perubahan terhadap peubah-peubah dimaksud dilakukan dengan cara mengubah nilainya. Sedangkan peubah yang disimulasi adalah peubah yang terkait dan menjelaskan tentang kebijakan distribusi pupuk dan pengadaan gabah dan beras yang ada, serta peubah-peubah kebijakan lainnya.
Referensi